Di masa-masa awal perkembangannya, Islam mengalami banyak pertentangan. Sebagian besar masyarakat Mekah–pada masa itu–masih kuat memegang ajaran nenek moyangnya. Mereka akan memusuhi siapa saja yang meninggalkan ajaran itu dan memeluk ajaran baru yang dibawa Rasulullah Saw.
Salah seorang yang paling keras dan garang menunjukkan permusuhan adalah Umar bin Khatthab. Ia melihat ajaran Islam hanya akan membuat perpecahan dan menyebabkan kerusakan pada tata kehidupan masyarakat Mekah yang sudah terbangun sejak lama.
Permusuhan Umar terhadap Islam tak hanya diwujudkan dalam kata-kata. Ia bahkan melakukan penyiksaan dan penganiayaan terhadap hamba sahaya yang sudah memeluk Islam, agar mereka kembali ke ajaran leluhurnya. Tindakannya terus berlanjut sampai kemudian Rasulullah Saw meminta pengikut-pengikutnya pindah ke luar Mekah, mencari perlindungan ke Abesinia.
Melihat sebagian saudaranya pindah dan berpisah dengan keluarga serta tanah tumpah darah mereka, ada rasa iba di hati Umar. Ia pun terharu. Dalam kesedihannya, hatinya memberontak. Ia ingin segera menyelesaikan permasalahan besar ini. Satu-satunya yang ada di dalam pikirannya adalah menghabisi Muhammad Saw, karena semua berawal dari ajaran yang disampaikannya.
Suatu hari, ia mencari Muhammad Saw. Di tengah perjalanan ia bertemu Nu’aim yang kemudian bertanya, “Hendak ke mana?” Umar menjawab, “Saya sedang mencari Muhammad. Akan saya bunuh dia.” Nu’aim pun berkata, “Tidakkah lebih baik Anda pulang dulu menemui keluargamu dan lurusi mereka?” Umar masih belum paham. Kemudian Nu’aim mengatakan bahwa ipar dan sepupu Umar, Said bin Zaid bin Amr telah memeluk Islam.
Umar pun bergegas ke rumah adik perempuan dan iparnya itu. Sampai di dekat rumah adiknya, ia mendengar suara bacaan Al-Qur’an. Setelah masuk, ia cekcok dengan adiknya sampai ia memukulnya. Melihat saudara perempuannya berdarah akibat pukulannya itu, Umar menjadi iba. Lalu, ia meminta untuk dibacakan kembali ayat yang tadi ia dengar. Merasakan keindahan ayat itu, hati Umar runtuh, segera ia minta diantar kepada Muhammad untuk mengukuhkan keislamannya. « [imam]
Salah seorang yang paling keras dan garang menunjukkan permusuhan adalah Umar bin Khatthab. Ia melihat ajaran Islam hanya akan membuat perpecahan dan menyebabkan kerusakan pada tata kehidupan masyarakat Mekah yang sudah terbangun sejak lama.
Permusuhan Umar terhadap Islam tak hanya diwujudkan dalam kata-kata. Ia bahkan melakukan penyiksaan dan penganiayaan terhadap hamba sahaya yang sudah memeluk Islam, agar mereka kembali ke ajaran leluhurnya. Tindakannya terus berlanjut sampai kemudian Rasulullah Saw meminta pengikut-pengikutnya pindah ke luar Mekah, mencari perlindungan ke Abesinia.
Melihat sebagian saudaranya pindah dan berpisah dengan keluarga serta tanah tumpah darah mereka, ada rasa iba di hati Umar. Ia pun terharu. Dalam kesedihannya, hatinya memberontak. Ia ingin segera menyelesaikan permasalahan besar ini. Satu-satunya yang ada di dalam pikirannya adalah menghabisi Muhammad Saw, karena semua berawal dari ajaran yang disampaikannya.
Suatu hari, ia mencari Muhammad Saw. Di tengah perjalanan ia bertemu Nu’aim yang kemudian bertanya, “Hendak ke mana?” Umar menjawab, “Saya sedang mencari Muhammad. Akan saya bunuh dia.” Nu’aim pun berkata, “Tidakkah lebih baik Anda pulang dulu menemui keluargamu dan lurusi mereka?” Umar masih belum paham. Kemudian Nu’aim mengatakan bahwa ipar dan sepupu Umar, Said bin Zaid bin Amr telah memeluk Islam.
Umar pun bergegas ke rumah adik perempuan dan iparnya itu. Sampai di dekat rumah adiknya, ia mendengar suara bacaan Al-Qur’an. Setelah masuk, ia cekcok dengan adiknya sampai ia memukulnya. Melihat saudara perempuannya berdarah akibat pukulannya itu, Umar menjadi iba. Lalu, ia meminta untuk dibacakan kembali ayat yang tadi ia dengar. Merasakan keindahan ayat itu, hati Umar runtuh, segera ia minta diantar kepada Muhammad untuk mengukuhkan keislamannya. « [imam]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar